Minggu, 18 Maret 2012

Makalah Hukum Lingkungan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan YME yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia. Dibalik kesamaan hak tersebut,tentunya adalah kewajiban semua manusia juga untuk menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup ini.Kewajiban disini menjurus kepada semua tindakan,usaha,dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun secara berkelompok guna menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Hal ini perlu dan wajib untuk dilaksanakan karena kondisi lingkungan hidup dari hari ke hari semakin menunjukkan penurunan kualitas yang cukup signifikan.
Tetapi lingkungan yang sehat dan baik kadang-kadang susah diwujudkan karena perbuatan satu atau lebih pihak yang menyebabkan rusaknya atau terganggunya pelaksanaan hal tersebut. Pihak yang melakukan perusakan atau yang menyebabkan terganggunya lingkungan menyebabkan timbulnya sengketa dalam bidang lingkungan, yang perlu diselesaikan.
Karena atas dasar tersebut maka penulis merasa ingin membahas permasalahan sengketa lingkungan dengan judul, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Berdasarkan UU.No.32 Tahun 2009 melalui Pengadilan dan Luar Pengadilan”.

I.2. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan  Menurut UU.No.32 Tahun 2009?
2.      Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009?
     
I.3. Batasan Masalah
            Batasan masalah dalam makalah ini adalah:
1.       Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.
2.       Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.


I.4. Tujuan Penulisan
            Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
1.      Untuk mendeskripsikan Penyelesaian Sengketa Lingkungan diluar Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.
2.      Bagaimana Penyelesaian Sengketa Lingkungan melalui  Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut Prof.Emil Salim: “ secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan kita tempati dan mempengaruhi hal yang tidak termasuk kehidupan manusia”. ( Abdurrahman,1990:7)
Menurut Prof.Otto Soemarwoto: “ Lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita”. (Abdurrahman,1990:8)
Dalam Penjelasan Umum UU No.32 Tahun 2009 ,” Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

II.2. Pengertian Sengketa Lingkungan
Pengertian sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
·      Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya

·                Pengertian Sengketa Lingkungan menurut UU No.32 Tahun 2009
Menurut Pasal 1 Ketentuan Umum
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
Sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu 1) sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan; 2) sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; dan 3) sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan. Sengketa yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan ekonomi di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan suber daya alam di sisi lain. Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi, sedangkan sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi antara pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban pencemaran/perusakan.







BAB III
PEMBAHASAN

III.1.  Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.

Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1). 

Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan pada pasal 85 (1) bahwa :
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan  mengenai :
1.      Bentuk dan besar nya ganti rugi;
2.      Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
3.      Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
4.      Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana yang diatur dalam UU.No32 Tahun 2009 tersebut hal ini tercantum dalam Pasal 85 ayat 2. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan atau arbitrer yang berfungsi untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup itu sendiri hal ini menurut Pasal 85 ayat 3.
Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam wujud mediasi ataupun arbritasi.Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.
Masyarakat pun dapat turut campur dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan ini dengan membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak, dalam hal tersebut pemerintah dan pemerintah daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut yang ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah.
III.2.  Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui  Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.
Sedangkan penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga UU No 32 Tahun 2009 dan terdiri dari :
1.      Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Hal ini termuat dan diatur lebih lanjut pada Pasal 87 UU No.32 Tahun 2009, ganti kerugian dikenakan terhadap setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran atau perusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum/dan atau kewajiban badan usaha tersebut. Dalam hal ini pengadilan dapat mengenakan uang paksa terhadap keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan, dimana uang paksa ini didasarkan pada peraturan peraturan perundang-undangan.
2.      Tanggung Jawab Mutlak
Terhadap setiap orang yang tindakannya atau usahanya dan kegiatannya yang menggunakan B3( Bahan Berbahaya Beracun), menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3 dan/atau menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
3.      Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah daerah
Dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup, berwenang untuk mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan atau kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. ( Pasal 90 Ayat 2).
4.      Hak Gugat Masyarakat
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Gugatan dapat diajukan apabila terjadi kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.Ketentuan mengenai hak gugat ini masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5.      Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup
Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memnuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Berbentuk badan hukum
b.      Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
c.       Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 tahun.
6.      Gugatan Administratif
Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara apabila:
a.       Badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal.
b.      Badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL
c.       Badan atau pejabat tata usaha Negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Kegiatan Penyidikan dilakukan oleh penyidik baik dari POLRI juga dari Pejabat PNS yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pembuktian berupa alat bukti yang sah dalam tuntutan tindak pidana lingkungan terdiri atas:
a.       Keterangan saksi
b.      Keterangan ahli
c.       Surat
d.      Petunjuk
e.       Keterangan terdakwa
f.       Alat bukti lain termasuk alat bukti yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka penegakan hukum terpadu pelaku tindak pidana lingkungan hidup, dapat dilakukan antara penyidik pegawai negeri sipil, kepolisian dan kejaksaan di bawah Koordinasi Menteri.
Akan tetapi dibalik ini semua,UU No 32 Tahun 2009 mengenal apa yang dinamakan asas Ultimum Remedium,yakni mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.Yang mana penerapan asas ini,hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah,emisi,dan gangguan.
Jika dilihat dari penerapan hukum secara perdata,Hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah,hak gugat masyarakat dan hak gugat organisasi lingkungan hidup merupakan bentuk-bentuk pengamalan konsep axio popularis,class action dan legal standing.Konsep-konsep ini merupakan terobosan hukum yang sangat baik dalam penerapannya.Penerapan hukum perdata ini juga diikuti engan berbagai persyaratan  seperti pelaksanaan hak gugat oleh pemerintah bisa dilakukan oleh Kejaksaan,pelaksanaan clas action yang dapat dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dan pelaksanaan hak gugat oleh organisasi Lingkungan yang harus memenuhi persyaratan organisasi sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 ini.Ancaman hukuman yang ditawarkan oleh UU No 32 Tahun 2009 ini juga cukup komprehensif,misalkan mengenai pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan perdata yang mengancam setiap pelanggaran peraturan dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,baik perseorangan, korporasi, maupun pejabat. Contoh yang paling konkret adalah porsi yang diberikan pada masalah AMDAL. Sekurangnya terdapat 23 pasal yang mengatur mengenai AMDAL,tetapi pengertian dari AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997, yakni hilangnya ”dampak besar”.Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada undang-undang terbaru ini antara lain:
1.    AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
  1. Penyusunan dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun dokumen AMDAL;
  2. Komisi penilai AMDAL pusat,Provinsi,maupun Kab/Kota wajib memiliki lisensi AMDAL;
  3. AMDAL dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penertiban izin lingkungan;
  4. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri,Gubenur,Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL.Hal-hal yang terkait dengan sanksi tersebut berupa :
  1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
  2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat kompetensi;
  3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UPL/UK





BAB IV
PENUTUP

IV.1. Simpulan
1.      Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1).
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan  mengenai :
a.  Bentuk dan besar nya ganti rugi;
b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
2.      Sedangkan penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga UU No 32 Tahun 2009 dan terdiri dari :
a. Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
b. Tanggung Jawab Mutlak
c. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah daerah
d. Hak Gugat Masyarakat
e. Hak gugat Organisasi Lingkungan Hidup
f. Gugatan Administratif
IV.2. Saran
1. Kepada pemerintah sebaiknya menerapkan peraturan yang tertuang dalam UU.No.32 Tahun 2009 dalam hal Penyelesaian Sengketa lingkungan untuk menyelesaikan masalah sengketa lingkungan. Pemerintah juga harus menegakkan peraturan tersebut dalam menanganinya.
2. Kepada masyarakat harus memanfaatkan hak gugatnya apabila merasa dirugikan oleh tindakan pihak-pihak yang menimbulkan kerusakan yang berujung pada sengketa lingkungan
3. Kepada pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau pencemaran lingkungan yang berujung pada sengketa lingkungan harus bertanggung jawab sesuai dengan peraturan yang ada pada UU. No.32 Tahun 2009 tentang Penyelesaian Sengketa baik melalui pengadilan atau di luar pengadilan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar